Selasa, 22 April 2008

RESPONSE PAPER 9

THE FUTURE OF IDEAS, BAB 12-13

our systematic blindness is to the lesson of our tradition—that property flourishes best in an environment of freedom, both freedom from state control and freedom from private control

- Lawrence Lessig

Kutipan diatas adalah inti pemikiran Lawrence Lessig, setidaknya dalam dua bab ini, yaitu bab 12 dan 13 dari The Future of Ideas, buku tulisan Lessig sendiri. Dikutip dari halaman 237, kalimat itu menggambarkan betapa pentingnya kebebasan dalam berkreasi. Ketika semua orang seakan-akan berlomba untuk menciptakan regulasi-regulasi, dan berlomba-lomba untuk menjadikan lahan-lahan publik sebagai properti kepemilikan, maka saat itu pulalah kreativitas menjadi dibelenggu. Bab 12 berbicara perlunya kebebasan dalam spektrum radio, sementara bab 13 berbicara tentang perlunya kebebasan secara umumnya, dan bahwa masalah utama kebudayaan masa kini adalah tergila-gila pada kepemilikan.

Bab 12

Spektrum radio, adalah lahan inovasi. Lahan dimana kebebasan dan kreatifitas para innovator seharusnya tidak dibatasi oleh regulasi-ragulasi mengenai kepemilikan yang rumit. Regulasi-regulasi ini, selain menyulitkan, juga dapat dengan mudah digunakan untuk kepentingan sebagian orang yang justru tidak ada hubungannya dengan radio. Orang-orang ini adalah para pemilik modal yang ingin mengeruk keuntungan dari kepemilikan di spektrum di radio. Lessig menyajikan contoh saat pengusaha berlomba-lomba mendukung Dwight D Eisenhower dalam pencalonannya sebagai presiden dengan cara memasukkannya dalam liputan. Dengan kata lain, spektrum, yang adalah milik publik, dapat digunakan untuk tujuan-tujuan segelintir orang saja, yaitu para politisi dan para kapitalis. Hal inilah yang dikritik Lawrenca Lessig. Spektrum adalah wilayah publik. Maka seharusnya spektrum dibiarkan saja bebas. Privatisasi bisa dilakukan setelahnya, setelah benar-benar diperlukan.

Pendapat Lessig bertolak-belakang dengan apa yang disampaikan Hazlett. Dia mengatakan bahwa spektrum seharusnya diatur dengan regulasi pasar. Kepemilikan spektrum harus dilakukan dengan cara auction, atau lelang. Disini, kekuatan pasar benar-benar bermain. Dan para pemilik modal yang diuntungkan, bukan para inovator.

Ide ini, pada dasarnya lebih populis. Bagi sebagian orang, ide Hazlett ini berarti menambah pemasukan negara, dan bagi orang yang lain lagi, ide ini berarti mendukung terciptanya pasar bebas.

Bagi Lessig sendiri, ide ini jelas sebuah pembuktian bahwa para pemilik modal dan para pengusaha kakap, pasti akan berjuang sekuat tenaga untuk bekerjasama dengan pemerintah untuk mengamankan bisnis besarnya itu.

Bab 13

Lessig menceritakan bahwa di sebuah sekolah film di California membatasi dengan ketat akses ke jaringan film-film buatannya. Semua akses diberi password. Lessig juga bercerita tentang Pat Feely, yang pada tahun 1970an memperkenalkan cara proteksi terhadap film-film Disney. Proteksi dilakukan dengan mengunci RCA (media penyimpanan film) setelah film tersebut diputar satu kali. Jika ada orang yang ingin menontonnya lagi, maka harus dibawa ke toko, dan kemudian di-unlock. Cara ini tidak disukai para pemimpin Walt Disney, dan tidak pernah digunakan.

Masalah kemudian adalah, seperti yang dikemukakan Lessig, adalah bahwa orang cenderung dibutakan dengan keharusan menjadikan sebuah inovasi sebagai properti. Dalam tahap ini, kreasi akan terhambat, karena dikontrol, baik oleh hukum maupun oleh kepentingan-kepentingan pribadi.

Masyarakat, menurut Lessig, tidak memberikan argumen, mengapa pengaturan properti terhadap sebuah inovasi mampu memberi nilai tambah, dan mengapa kebebasan terhadap inovasi akan gagal. Masyarakat seolah-olah bersikap taken for granted, tanpa memikirkan terlebih dahulu dampaknya.

Ide Lessig akan kebebasan sumber daya adalah bahwa sebuah inovasi tidak akan menjadi murah atau turun nilainya jika dijadikan bebas. Common Creative oleh Lessig ini, seperti diketahuinya, mendapat pertentangan dari para pemilik modal dan para pengusaha-pengusaha yang selama ini mendapat keuntungan dari regulasi ketat terhadap inovasi. Mereka adalah golongan yang anti terhadap open source, dan inovasi yang gratis. .

Selasa, 15 April 2008

RESPONSE PAPER 8 : COMMONS ON WIRES

Dari buku Lawrence Lessig : The Future of Ideas bab 3

Inti dari bab ini adalah bahwa ide Common Creative adalah ide yang tak terbatas, inovatif, dan dapat sangat berguna bagi banyak orang. Ini dibuktikan dengan ulasan Lawrence Lessig terhadap Tim Berners Lee, yang menciptakan sistem HTTP (Hypertext Transfer Protocol) dengan ide dasar non profit, diciptakan bagi semua orang, dan diciptakan sebebas-bebasnya. Ide Berners Lee ini pada masanya dianggap tidak relevan, aneh, dan sulit dimengerti. Tetapi, pada kelanjutannya, ide inilah yang kemudian menjadi salah satu penemuan penting yang mengubah dunia penerbitan elektronik khususnya hingga saat ini. Hyper Text Transfer Protocol terbukti dapat menolong jutaan orang di dunia mengatasi kendala-kendala dalam berkomunikasi.

Ide Berners Lee ini timbul saat dunia komunikasi di dunia masih dikuasai AT&T. Perusahaan ini menguasai jaringan telepon. AT&T lah yang memonopoli jaringan telepon pada masa itu. Tetapi pada saat itu, monopoli yang dilakukan AT&T dapat memberi manfaat bagi banyak orang. Banyak inovasi dilakukan oleh AT&T untuk memperbaiki layanannya seperti : membuat pad hush-o-phone pada ujung gagang bicara, yang berguna untuk menyaring noise. AT&T juga membuat jaringan telepon yang sangat rapi. Singkatnya, apa yang dilakukan AT&T membuat banyak kemajuan berarti bagi dunia telekomunikasi.

Tetapi kemudian, ada Paul Baran yang meneliti tentang sistem jaringan AT&T. Ditemukan kemudian, banyak kelemahan-kelemahan dari sistem komunikasi AT&T. Salah satunya yang paling krusial adalah sentralisasi. Sistem yang tersentralisasi membuat sistem ini rentan kerusakan. Satu kerusakan pada inti jaringan dapat membuat seluruh jaringan rusak. Selain itu, terdapat masalah etis, bahwa semua komunikasi yang dilakukan orang melalui telepon AT&T dapat diakses oleh pihak yang berada di pusat sistem. Hal ini dikarenakan AT&T bersifat sentralistik. Visi AT&T terhadap bagaimana seharusnya dunia telekomunikasi ternyata berbeda dengan jenis komunikasi yang sesungguhnya dibutuhkan oleh orang banyak.

Baran kemudian menjelaskan bagaimana seharusnya prinsip jaringan yang ideal. Idenya adalah membuat jaringan telekomunikasi yang sifatnya interkoneksi, dimana sentralisasi menjadi minim. Ide Baran ini bukan cikal-bakal internet, tetapi ide dasarnya mirip.

Adalah ide Tim Berners Lee yang kemudian menjadi cikal-bakal internet. Idenya adalah, membuat sistem jaringan yang mendorong keterlibatan semua orang, dan mendorong inovasi-inovasi baru. Idenya ini dapat disimpulkan dalam beberapa poin berikut :

  1. Arsitektur sistem yang sederhana

Menjamin semua orang dapat mengaksesnya tanpa kebingungan. Manfaatnya dirasakan oleh semua orang, bukan hanya oleh awam, tetapi juga oleh para pengguna ahli dan bahkan para innovator. Arsitektur yang rumit justru akan membatasi pengguna yang sudah ahli yang seharusnya dapat melakukan inovasi lebih banyak.

  1. Kebebasan penggunaan oleh semua orang

Semua orang dapat bebas menggunakannya. Tidak ada keharusan registrasi, berlangganan atau harus membeli alat baru. Satu-satunya hal yang dibutuhkan adalah agar terkoneksi pada jaringan tersebut (internet)

  1. Gratis

Tidak perlu ada tambahan biaya, tidak perlu berlangganan.

  1. Independen

Tidak dimiliki siapapun. Secara praktis, benar-benar dimiliki oleh masyarakat banyak. Independensi ini menjamin kebebasan seluas-luasnya bagi pemanfaatan, sehingga banyak fungsi yang terlayani dan banyak inovasi yang dihasilkan.

  1. Bebas dikembangkan

Harus dapat netral, sehingga semua developer bebas mengembangkan aplikasi apapun yang berbasis sama. Hal ini memungkinkan adanya inovasi-inovasi baru yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Ide Berners Lee inilah yang kemudian mendorong penciptaan internet. Dan HTTP ciptaan Berners Lee menjadi bagian tak terpisahkan dari internet.

RESPONSE PAPER 7 : GLOBAL FALLOUT

Catatan : Respon Paper 7 ini hanya menambahkan dari Respon Paper 6 karena kebetulan pembagian halamannya sama, hanya bertambah 2 halaman

Global Fallout

Pembajakan software secara beramai-ramai dan besar-besaran pada banyak negara menimbulkan banyak kerugian secara global. Itulah sebenarnya inti dari bab 6: Global Fallout ini. Dampak yang ditimbulkan sangat besar sehingga dapat menurunkan potensi pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan potensi pemasukan dari pajak. Pertumbuhan industri software lokal dan para distributor software lokal merupakan pihak yang paling menderita atas pembajakan. Sementara para perusahaan raksasa seperti Microsoft dan Adobe tampaknya sedikit saja terpengaruh oleh pembajakan. Hal ini dikarenakan adanya margin keuntungan yang didapat dari penjualan secara global dalam jumlah besar. Lain halnya dengan perusahaan software dan distributor lokal.

Pembajakan juga mengurangi penyerapan tenaga kerja. Hal ini karena tidak adanya tenaga kerja yang dapat diserap dari produksi software lokal dan saluran distribusi lokal. Pemerintah juga tampaknya tidak mendapat pemasukan dari pajak. Padahal, untuk setiap software asli yang terjual, pemerintah mendapat pajak.

Intinya adalah bahwa, dengan mencoba mendapat “gratisan”, pelaku pembajakan dan pengguna software bajakan sedang mengurangi perputaran uang di masyarakat. Imbasnya adalah hilangnya potensi pertumbuhan ekonomi yang seharusnya terjadi. Jika demikian, apakh pemberantasan pembajakan software merupakan suatu pilihan yang “more good than harm”?

Dalam bab 6, di bab “Global Fallout”, Gantz dan Rochester menulis tentang pembajakan di Russia, dimana pembajakan tumbuh subur seperti cendawan di musim hujan. Di sebuah stasiun di Savyolovaska, software-software komputer dijual di toko-toko yang setara dengan kaki lima. Tercatat, Microsoft Windows XP, SQL Server, dan Autodesk 2004 dijual bersamaan dengan banyak judul games, software dan album musik lainnya seharga 80 rubles, atau sekitar 3 USD. Jika dirupiahkan, 1 rubles = Rp 392,163, maka satu software bajakan berharga Rp. 31.409,06. Harga ini berlaku untuk semua album, film, game, maupun software. Padahal, versi original sebuah film berharga $25, dan software bisa berharga hingga $1000.

Bagaimana bisnis software bajakan tidak berkembang jika demikian menguntungkan. Indonesia juga demikian. Sebuah software bajakan di Mangga Dua bisa berharga Rp. 20.000. Bahkan, penulis pernah menemukan sebuah tempat yang menjual software bajakan seharga Rp. 5000. Di tempat itu, pembeli memesan terlebih dahulu software yang akan dibajak, lalu kemudian baru di-burn sesuai permintaan. Sebuah totalitas dalam melakukan kriminal.

Bagaimanapun, Indonesia dan Russia hanya terpaut sedikit jika dibandingkan kadar pembajakannya. Menurut data IDC tahun 2004 yang disajikan Gantz dan Rochester, pembajakan di Indonesia 88%, sementara Russia 87%. Indonesia mungkin masih beralasan, yaitu rendahnya daya beli. Tetapi bagaimana dengan Russia? Russia adalah negara yang, dicatat oleh Gantz dan Rochester, memiliki ilmuwan yang setara dengan AS, memiliki skill penulisan software yang terkenal seantero Eropa, dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pembajakan software memang ternyata bisa dilakukan oleh siapa saja, tanpa pandang latar belakang.

10 negara teratas dalam pembajakan software

1. Vietnam

92%

2. Cina

92%

3. Ukraina

91%

4. Indonesia

88%

5. Zimbabwe

87%

6. Russia

87%

7. Algeria

84%

8. Nigeria

84%

9. Pakistan

83%

10.Paraguay

83%

Figure 6-1 Top 10 PC Software pirating countries

Persentase diatas dapat diartikan bahwa misalnya, untuk Russia, 87 dari 100 komputer di negara ini diisi software bajakan. Daftar ini tentu saja masih panjang kebawah, dalam artian, banyak negara lain yang dalam kadar yang lebih rendah juga melakukan pembajakan. IDC mencatat, harga software yang dibajak pada tahun 2003 mencapai USD 28,8 milliar. Jika dihitung total, termasuk semua software yang ada pada komputer jaringan, maka jumlahnya menggelembung menjadi USD 42 milliar. Ini tentu saja karena komputer jaringan pasti menggunakan aplikasi kantoran dan software jaringan. Dan tidak semua pengelola jaringan mempunyai kesadaran mempergunakan software asli. Sebagian besar malah tidak memperdulikannya.

Bagaimana dengan AS? Negara ini ternyata juga menyumbang kerugian akibat pembajakan. Walaupun termasuk negara yang paling rendah tingkat pembajakannya, nilai retail software bajakan di AS mencapai USD 10 milliar.

Lalu, jika semua menggunakan software asli, apakah para produsen akan otomatis bertambah kaya USD 42 milliar? Tentu saja tidak. Jika tidak ada software asli, maka para pengguna kemungkinan besar akan mencari alternatif lain yang lebih murah. Yang jelas, menurut Gantz dan Rochester, pemakaian software asli akan meningkatkan perputaran ekonomi, meningkatkan investasi pada riset dan pengembangan, dan akhirnya mendorong timbulnya software-software baru.

Lalu apa dampak dari penggunaan software bajakan dari sisi pengguna? Salah satu yang paling nyata adalah kehilangan pendapatan dari pajak. Para pengguna juga tidak mendapatkan dukungan seperti update gratis, tutorial, dan sebagainya.