INOVASI : PEMOTONGAN RANTAI DISTRIBUSI
Sam Walton, pendiri Wal-Mart mewariskan sebuah inovasi bisnis yang menjadi prinsip usaha Wal-Mart hingga sekarang, yaitu efisiensi dalam distribusi. Efisiensi ini diwujudkan dengan cara membeli barang langsung dari produsennya. Pada saat Wal-Mart didirikan, cara yang lazim dilakukan adalah membeli barang dari distributor besar (grosir). Tidak hanya itu, Wal Mart juga berusaha sekeras mungkin memotong harga dari produsen sehingga mencapai harga serendah-rendahnya. Efisiensi menjadi kata kunci dalam bisnisnya. Pada kelanjutannya, WalMart mendirikan banyak cabang dan pusat distribusi. Dan sejak itu, Wal Mart berkembang pesat. Prinsipnya adalah, semakin banyak melayani konsumen, semakin banyak barang yang terjual, semakin besar pula diskon yang akan didapat dari produsen karena membeli dalam jumlah besar.
INOVASI : SISTEM KOMUNIKASI DAN INFORMASI (DATABASE)
Pada kelanjutannya, Wal Mart juga banyak melakukan perbaikan pada bidang komunikasi internal dan sistem informasi. Contohnya adalah pemasangan alat radio satelit pada setiap truk pengangkut barang. Implikasinya, truk pengangkut barang ini dapat seketika berubah arah ke cabang yang lebih membutuhkan barang, atau juga membagi-bagi barang ke beberapa cabang. Cara ini meningkatkan efisiensi distribusi barang. Efisiensi berarti pertambahan pemasukan lagi.
Dari sisi produsen, Wal Mart juga melakukan pendekatan. Mereka memperlakukan produsen sebagai partner kerja, bukan sapi perahan. Para distributor diberi tahu seberapa banyak barang mereka laku di pasaran, dan berapa stok yang masih dimiliki. Dengan demikian, wajarlah jika banyak produsen yang memilih Wal Mart.
Dari sisi sistem informasi, mereka melakukan pembenahan dengan menggunakan RFID, yaitu teknologi yang menggunakan gelombang radio untuk mengenali obyek. RFID ini ditempatkan pada setiap kemasan besar (kardus) dari barang. Penggunaan RFID menggantikan barcode terbukti meningkatkan efisiensi waktu berkali-kali lipat. Para petugas di gudang tidak perlu berlama-lama memeriksa barang-barang yang baru masuk. Biasanya sebelumnya, terjadi penyumbatan di level ini. Pekerjaan yang dahulu dilakukan berjam-jam, dapat dilakukan dalam beberapa detik .
Penggunaan sistem RFID juga meningkatkan analisis terhadap database barang. Wal Mart dapat memeriksa, barang apa yang laku disaat-saat tertentu, dan siapa pembelinya. Contohnya adalah, saat terjadi bencana alam angin ribut, ditemukan bahwa orang menyukai makanan instant yang mudah disimpan dan tidak mudah busuk. Ditemukan juga bahwa para orangtua membutuhkan banyak mainan yang tidak membutuhkan listrik agar anak tetap senang di rumah. Kedua data ini kemudian menjadi dasar bagi Wal Mart untuk memperbanyak stok kedua barang tersebut. Hasilnya? Peningkatan keuntungan.
SISI BURUK WAL MART
Tetapi, cara yang sama, ironisnya, juga mendatangkan masalah bagi WalMart. Efisiensi yang dilakukannya dinilai berlebihan. Wal Mart sering menyuruh para pekerjanya kerja hingga larut malam. Bahkan, beberapa praktek mengunci pekerja didalam toko sehingga tidak dapat pulang beberapa kali ditemukan. Para produsen pun mengeluhkan banyaknya tekanan dan tuntutan Wal Mart. Retailer ini juga dinilai menggaji karyawannya terlalu rendah. Itulah memang dimensi lain dari strategi bisnis Wal Mart dalam menjaring keuntungan semaksimal mungkin.
UPS
UPS dapat disejajarkan dengan WalMart, bedanya, UPS bergerak dalam bidang logistik / kurir. Inovasi UPS adalah “insourcing”, yaitu dengan menggabungkan dua jasa kedalam satu atap. Latar belakangnya adalah keridakmampuan perusahaan untuk membuat rantai distribusi yang sekuat Wal Mart. Banyak perusahaan lebih memilih untuk menghasilkan produk-produk berkualitas daripada harus rumit menyusun sistem distribusi, contohnya Nike.
Jadi, misalnya, saat kamu membutuhkan servis atas printermu yang masih bergaransi, perusahaan akan menyuruh kamu mengirim lewat UPS agar dapat diperbaiki. Kesannya adalah bahwa UPS bertindak sebagai kurir. Padahal, kenyataannya tidak. Printer tersebut akan diperbaiki di jaringan kantor UPS.